BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Abalon
merupakan komoditas perikanan bernilai tinggi, khususnya di negara-negara maju
di Eropa dan Amerika Utara. Biota laut ini dikonsumsi segar atau kalengan. Di
Indonesia, jenis siput ini belum banyak dikenal masyarakat dan pemanfaatannya
baru terbatas di daerah-daerah tertentu, khususnya di daerah pesisir.
Pemanfaatan sumber daya laut tidak
hanya dilakukan melalui penangkapan, tetapi juga perlu dikembangkan usaha
budidaya, salah satunya adalah budidaya laut. Saat ini pengembangan budidaya
laut lebih banyak mengarah kepada ikan-ikan
ekonomis tinggi dan tiram mutiara, sementara di perairan Indonesia masih banyak
biota-biota laut yang masih bisa dikembangkan dan mempunyai nilai ekonomis
tinggi, salah satunya adalah kerang abalone (Haliotis asinina).
Pengembangan usaha budidaya kerang abalon di masa datang mempunyai prospek
cukup cerah, mengingat beberapa keunggulan yang dimilikinya baik dari teknik
budidaya sampai dengan pemasaran (Tahang dkk, 2006).
Haliotis asinina Linnaeus 1758
merupakan spesies abalon tropis yang dapat ditemui di Indonesia Bagian Timur
(Bali, Lombok, Sumbawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua). Kegiatan budidaya untuk
menghasilkan benih abalon merupakan komponen produksi yang sangat penting
karena ketersediaan benih di alam yang sangat terbatas tidak dapat diandalkan
untuk pengembangan budidaya maupun konsumsi. Data SEAFDEC tahun 2007
menunjukkan bahwa pasar tidak dapat memenuhi 7.000 ton permintaan dunia akan
abalon (Susanto dkk, 2009).
Nilai
ekonomis abalon yang tinggi memberi pengaruh prestis bagi yang mengkonsumsinya.
Di luar negeri abalon bisa menjadi makanan eksotik yang harganya mahal. Salah
satu restoran di Hongkong memajang produk menunya di internet bernama Abalone
with Congee dijual seharga US$82 (lebih dari Rp 700.000,00) (Bonang, 2008). Di
samping itu, cangkangnya mempunyai nilai estetika yang berpotensi untuk
dikembangkan dalam berbagai bentuk kerajinan tangan.
Daging abalon mempunyai nilai gizi
yang cukup tinggi dengan kandungan protein 71,99%, lemak 3,20%, serat 5,60%,
dan abu 11,11%. Cangkangnya mempunyai nilai estetika yang dapat digunakan untuk
perhiasan, pembuatan kancing baju, dan berbagai bentuk barang kerajinan lainnya.
Produksi abalon saat ini lebih banyak diperoleh dari tangkapan di alam. Hal
tersebut akan nienimbulkan kehawatiran terjadinva penurunan populasi di
alam
(Tahang dkk, 2006).
Selanjutnya dikemukakan bahwa meningkatnya kebutuhan akan abalon
dapat mendorong usaha penangkapan secara intensif sehingga produksi abalon di
alam berkurang sementara pertumbuhan abalon sangat lambat. Hal ini dapat
mengakibatkan penurunan populasi abalone secara drastis di alam. Oleh karena
itu upaya peningkatan produksi abalon perlu dikembangkan melalui usaha
budidaya.
1.2. Tujuan Dan Manfaat
- Tujuan
Tujuan
dalam penulisan maklah ini yaitu Untuk
mengetahui Budidaya Kerang Abalon (Haliotis asinina) Pada metode KJA, serta tahapan – tahapan dalam
usaha budi daya Abalon, mulai dari awal Proses budidaya sampai pada proses
panen dan pasca panen.
- Manfaat
• Manfaat bagi
penulis yaitu dapat lebih paham dan mengerti dengan metode budidaya kerang
abalon pada metode KJA.
• Untuk
Memberikan Sedikit informasi pengetahuan yang menyangkut dengan Metode Budi daya Kerang Abalon (Haliotis asinina) kepada setiap orang yang membacanya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Abalon (berasal dari bahasa
Spanyol, Abulón) ialah suatu spesies kerang-kerangan
(moluska)
dari familia
Haliotidae dan genus Haliotis. Ia dikenal pula sebagai kerang mata tujuh atau siput balik batu, ormer di Jersey dan Guernsey,
perlemoen di Afrika Selatan, dan pāua di Selandia Baru.
2.1. KLasifikasi
Klasifikasi
abalone (Haliotis asinina) menurut Geiger (2007) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca, Linnaeus, 1758
Kelas : Gastropoda
Sub kelas : Orthogastropoda
ordo
: Archaegastropodo
Family : Haliotidae
Genus : Haliotis
Species : Haliotis
asinina
Gambar : Kerang Abalon (Haliotis asinina)
2.2.
Morfologi
Menurut Fallu (1991) abalone memiliki
cangkang tunggal atau monovalve dan menutupi hampir seluruh tubuhnya. Pada
umumnya berbentuk oval dengan sumbu memanjang dari depan (anterior) ke belakang
(posterior) bahkan beberapa spesies berbentuk lebih lonjong. Cangkang abalon
berbentuk spiral namun tidak membentuk kerucut akan tetapi berbentuk gepeng.
Kepala terdapat di bagian anterior sedangkan
puncak dari lingkaran (spiral) adalah bagian belakang (posterior) pada sisi
kanan. Bagian luar cangkang agak kasar sedangkan bagian dalam halus dan tampak
lapisan nacre bahkan beberapa spesies berwarna-warni.
Pada bagian sisi kiri cangkang terdapat
lubang-lubang kecil berjajar. Lubang dibagian depan lebih besar dan semakin ke
belakang mengecil dan tertutup. Biasanya lubang yang terbuka jumlahnya lima,
lubang ini berfungsi sebagai jalan masuknya air yang mengandung oksigen dan keluarnya
karbondioksida bahkan keluarnya sel-sel telur dan sperma serta untuk prose
respirasi dan pengeluaran kotoran. Pertumbuhan cangkang terjadi dengan adanya
penambahan bagian depan pada sisi kanan.
Gambar : Lubang
– lubang yang terdapat pada cangkang abalone
Kaki pada abalone bersifat kaki semu, selain
untuk berjalan juga untuk menempel pada substrat/dasar perairan. Kaki ini
sebagian besar tertutup cangkang dan terlihat jelas bila abalon dibalik.
Sebagian dari kaki yang tidak tertutup cangkang nampak seperti sepasang bibir.
Bibir ini ditutup oleh kulit yang keras/kuat berfungsi sebagai perisai untuk
melawan musuhnya
Pada sekeliling tepi kaki terlihat sederetan
tentakel untuk mendeteksi makanan atau predator yang mendekat. Bagian dari
abalone yang dimakan adalah otot daging yang menempel pada cangkang dan kaki,
sedangkan isi perut dan gonad pada kulit terluar dari kaki dibuang.
Kepala terdapat dibagian depan dari kaki,
dilengkapi dengan sepasang tentakel panjang pada bibir. Tentakel ini ukurannya
lebih besar seperti halnya tangkai mata pada siput darat. Mulut terdapat di
bagian dasar dari kepala, tidak memiliki gigi tapi terdapat lidah yang ditutupi
oleh gigi geligi dan disebut radula yang digunakan untuk memarut
(menghancurkan) makanan yang menempel di substrat.
2.3.
Habitat dan Tingkah Laku
Kerang Abalone biasa ditemukan pada daerah yang berkarang
yang sekaligus dipergunakan sebagai tempat menempel. Kerang abalone bergerak
dan berpindah tempat dengan menggunakan satu organ yaitu kaki. Gerakan kaki
yang sangat lambat sangat memudahkan predator untuk memangsanya.
Pada siang hari atau suasana terang, kerang abalone lebih
cenderung bersembunyi di karang-karang dan pada suasana malam atau gelap lebih
aktif melakukan gerakan berpindah tempat. Secara umum, spesies kerang abalone
mempunyai toleransi terhadap suhu air yang berbeda-beda, contoh; H.
kamtschatkana dapat hidup dalam air yang lebih dingin sedangkan H.
asinina dapat hidup dalam air bersuhu tinggi (300C). Parameter
kualitas air yang lainnya yaitu, pH antara 7-8, Salinitas 31-32ppt, H2S
dan NH3 kurang dari 1ppm serta oksigen terlarut lebih dari 3ppm.
Tidak semua pantai yang berkarang terdapat kerang abalone.
Secara umum, kerang abalone tidak ditemukan di daerah estuaria yaitu pertemuan
air laut dan tawar yang biasa terjadi di muara sungai. Ini mungkin disebabkan
oleh beberapa faktor, diantaranya adanya air tawar sehingga fluktuasi salinitas
yang sering terjadi, tingkat kekeruhan air yang lebih tinggi dan kemungkinan
juga karena konsentrasi oksigen yang rendah.
2.4. Makanan
dan Kebiasaan Makan
Kerang abalone merpakan hewan herbivore, yaitu hewan pemakan
tumbuh-tumbuhan dan aktif makan pada suasana gelap. Jenis seaweed/makro alga
yang tumbuh dilaut sangat beraneka ragam. Secara garis besar ada 3 golongan seaweed/makro
alga yang hidup di laut, yaitu; 1) makro alga merah (Red seaweeds), 2)
alga coklat (Brown seaweeds), dan 3) alga hijau (Green seaweed).
Berikut ini spesies/jenis seaweed yang dapat dimanfaatkan kerang abalone
sebagai makanannya, yaitu:
a. Makro alga merah, yaitu:
·
Corallina
·
Lithothamnium
·
Gracilaria
·
Jeanerettia
·
Porphyra
b. Makro alga coklat:
·
Ecklonia
·
Laminaria
·
Macrocystis
·
Nereocystis
·
Undaria
·
Sargasum
c. Makro alga
hijau, seperti Ulva
BAB III
BUDIDAYA
KERANG ABALONE (Haliotis asinina) DENGAN MENGGUNAKAN METODE KJA
3.1
Sarana Pada Metode KJA
Sarana
yang dibutuhkan dalam metode KJA adalah sebagai berikut:
1.
Wadah
yang berupa unit keramba jaring apung yang dapat terbuat dari kayu atau bambu
dilengkapi jangkar yang terbuat dari besi atau beton.
2.
Wadah
pemeliharaan yang terbuat dari waring.
3.
Alat transportasi, seperti; perahu atau
sampan.
4.
Alat
kerja, seperi; timbangan, palu dan gergaji.
5.
Rumah
jaga, dipergunakan untuk kegiatan pengamanan.
3.2. Pemilihan Lokasi
Kerang abalone hidup pada daerah karang berpasir
disekitar pantai dan jarang bahkan tidak terdapat dimuara sungai. Hal ini yang
akan menjadi pertimbangan utama dalam memilih lokasi budidaya kerang abalone.
Oleh karena itu, tidak semua lokasi dapat dijadikan sebagai tempat budidaya
kerang abalone. Selain faktor lokasi, faktor yang sangat penting untuk
dipertimbangkan adalah faktor keamanan. Faktor keamanan merupakan salah satu
penentu dalam keberhasilan setiap kegiatan usaha yang dilakukan. Lokasi yang
sangat ideal akan tetapi jika faktor keamanan tidak mendukung akan menimbulkan
kerugian akibat dari pencurian dan hal ini akan mengakibatkan kerugian yang
cukup besar.
Pemilihan lokasi budidaya kerang abalone dengan metode KJA
pada prinsipnya sama dengan pemilihan lokasi pada budidaya ikan kerapu bebek (Cromileptes
altivelis) dengan sistim KJA. Oleh karena itu, budidaya kerang abalone
dapat dilakukan secara bersama dengan ikan kerapu bebek dalam jaring yang
berbeda ataupun terpisah. Adapun persyaratan lokasi adalah sebagai berikut:
1.
Faktor
gangguan alam.
·
Gelombang
dan Arus:
Gelombang yang besar akan
mengakibatkan goncangan rakit yang cukup kuat, hal ini akan menyebakan rusaknya
konstruksi rakit dan kesulitan dalam bekerja. Selain itu, kekuatan arus juga
sangat menentukan. Arus erat kaitannya dengan sirkulasi air dalam wadah
pemeliharaan/jaring. Arus yang kuat akan dapat mengakibatkan terlilitnya
wadah/jaring. Oleh karena itu, besar gelombang sebaiknya <>
·
Bukan
daerah up-welling:
Lokasi ini terhindar dari proses
perputaran air dasar kepermukaan (up-welling). Pada daerah yang sering
terjadi up-welling sangat membahayakan kehidupan organisme yang
dipelihara, dimana air bawah dengan kandungan oksigen yang sangat rendah serta
gas-gas beracun akan kepermukaan yang dapat menimbulkan kematian secara massal.
Lokasi seperti ini sebaiknya dihindari.
·
Pencemaran:
Kerang abalone merupakan hewan yang
bergerak sangat lambat sehingga jika terjadi pencemaran baik pencemaran
industri, tambak maupun dari limbah masyarakat setempat akan sulit untuk
menghindar, akibatnya akan mengalami kematian secara massal.
·
Kedalaman
perairan:
Kedalaman perairan sangat
berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi tersebut. Lokasi yang dangkal
akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar akibat dari pengaruh gelombang
yang pada akhirnya menimbulkan kekeruhan. Sebagai dasar patokan pada saat surut
terendah sebaiknya kedalaman perairan lebih dari 3m dari dasar waring/jaring.
2.
Faktor
kualitas air.
Tabel 1. Parameter kualita air untuk budidaya kerang abalone
(H. asinina).
No
|
Parameter
|
Satuan
|
Nilai rata-rata
|
1.
|
Salinitas
|
ppt
|
30-33
|
2.
|
Suhu
|
°C
|
29,5-30
|
3.
|
DO
|
mg/l
|
5,9-6,11
|
4.
|
pH
|
-
|
8,2-8,9
|
5.
|
Amonia
|
ppm
|
<>
|
6
|
Kecerahan
|
m
|
>10
|
Sumber: Loka Budidaya Laut-Lombok, NTB. 2005
Faktor kualitas air bukan merupakan
suatu kendala jika daerah tersebut merupakan daerah budidaya ikan kerapu. Lain
halnya pada lokasi yang baru, perlu dilakukan suatu pendekatan dengan cara
pengukuran parameter kualitas air serta tindakan uji coba yang bersifat
sederhana jika tidak memiliki alat pengukur kualitas air yaitu dengan cara
memelihara beberapa ekor kerang abalone pada daerah tersebut, minimal sekitar
2-4 minggu (sekitar 1 bulan), dan parameter yang diamati adalah dapat bertahan
hidup dan mampu memakan pakan yang diberikan. Ini yang akan dijadikan sebagai
tolak ukur bahwa lokasi tersebut telah mampu mendukung budidaya kerang abalone.
3.3.
Desain dan Knstruksi
Desain dan konstruksi harus di desain sedemikian rupa hingga
membentuk suatu konstruksi yang layak untuk budidaya kerang abalone. Hal yang
perlu diperhatikan adalah kekuatan konstruksi, daya tahan dan biaya konstruksi.
Kita bisa saja membuat suatu konstruksi yang sangat kokoh dengan menggunakan
bahan yang kuat, seperti besi anti karat (staenless), akan tetapi biaya yang
dikeluarkan mesti tidak sedikit. Bagi para pengusaha yang mempunyai modal yang
besar, hal itu bukan suatu masalah akan tetapi bagi masyarakat yang
berpenghasilan cukup tentu hal ini akan menjadi suatu masalah.
Pada metode KJA lebih identik pada lokasi perairan dalam
yang terlindungi, dalam arti bukan laut lepas dan jalur pelayaran. Desain dan
konstruksi KJA pada umumnya sama, akan tetapi sering kali dibuat ukuran yang
berbeda. Hal ini tentu tergantug pada kemanpuan dalam membuatnya.
Bahan-bahan untuk rangka rakit serta pelampung yang
dipergunakan juga berbeda-beda, namun pada prinsipnya sama yaitu untuk
memelihara biota hingga dapat memperoleh hasil yang memadai. Seperti,
penggunaan rangka rakit dari bambu ataupun kayu. Hal yang terpenting dalam
memilih bahan konstruksi rakit adalah kekuatan, daya tahan terhadap air (tidak
mudah lapuk) dan harga beli yang terjangkau. Begitu pula dengan penggunaan
pelampung, seperti drum besi yang dicat anti karat, drum palstik ataupun dari
bahan strofoam yang terbungkus, namun pada prinsipnya hanya untuk mengapungkan
keramba. Dalam memilih dan menentukan jumlah pelampung harus memperhitungkan
daya apung atau kemanpuan menahan beban dan berat beban yang dibawa sehingga
tidak mudah tenggelam.
Gambar
7. Konstruksi Kermba Jaring Apung (KJA)
Rakit yang telah jadi dan siap sebaiknya segera ditempatkan
pada lokasi yang telah dipilih. Langkah awal penempatan rakit yaitu penempatan
sebagian jangkar terlebih dahulu dan setelah rakit sampai dilokasi budidaya,
jangkar lainnya dapat ditempatkan pada posisi yang telah ditentukan.
Penempatan sebagian jangkar terlebih dahulu bertujuan
sebagai titik awal posisi keramba sedangkan jangkar lainnya sebagai pengatur
arah keramba. Keramba yang akan dipasang jika lebih dari 1 unit, posisi atau
arah keramba sebaiknya berlawanan dengan arah gelombang, bertujuan untuk
menghindari luas permukaan hempasan.
Lain halnya dengan pemasangan 1 unit keramba pada suatu
lokasi, pertimbangan ini tidak perlu untuk dilakukan. penempatan posisi untuk
beberapa unit keramba dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 8. Posisi keramba terhada
arah gelombang, angin dan arus